Berita  

Demokrasi ASKLIN Purwakarta Diperkosa Hingga Klimaks, Ada Apa dengan Mu???

banner 120x600
banner 468x60

PURWAKARTA | Proses Musyawarah Cabang (Muscab) ke-2 Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) Cabang Purwakarta menuai kontroversi dan kritik tajam dari sejumlah anggota, menyusul dugaan pelanggaran prosedur demokratis dalam pemilihan ketua baru yang digelar pada Sabtu, 26 Juli 2025 lalu di Gedung Joglo, Purwakarta.

Pelaksanaan Muscab yang seharusnya menjadi ajang demokrasi internal organisasi ini justru dinilai sarat kepentingan dan tidak transparan. Pemilihan ketua ASKLIN dilakukan secara aklamasi sepihak tanpa voting, bahkan salah satu bakal calon didiskualifikasi secara mendadak saat sidang pleno berlangsung.

banner 325x300

Ketua Terpilih Berubah Sikap Dari Menolak Jadi Siap Dilantik

dr. Nur Hayati Syahid yang ditetapkan sebagai ketua terpilih melalui aklamasi, awalnya secara tegas menolak hasil Muscab dan menyerukan agar proses diulang. Dalam wawancara pada Rabu, 30 Juli 2025, ia menyatakan kekecewaannya atas cara pemilihan yang tidak adil/sehat.

“Saya kecewa dan jengkel karena keputusan diambil saat sidang masih berlangsung. Banyak yang menolak. Saya sudah sampaikan kepada Pengurus Pusat bahwa Muscab ini harus diulang,” ujar dr. Nur Hayati saat itu.

Ia juga menegaskan tidak memiliki ambisi pribadi terhadap jabatan tersebut, dan menyuarakan pentingnya keadilan serta demokrasi sehat dalam organisasi.

Namun, hanya berselang beberapa hari, sikap dr. Nur Hayati berubah. Dalam konfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Rabu, 6 Agustus 2025, ia menyatakan pelantikan tetap akan dilakukan atas persetujuan Pengurus Daerah (PD) ASKLIN Jawa Barat.

“Alhamdulillah sudah beres. Sudah konsultasi ke PD dan diminta menyiapkan segala sesuatu untuk pelantikan. Kemungkinan pelantikan akan dilakukan bersamaan dengan cabang lain. Tapi belum tahu kapan, masih menunggu kesepakatan,” tulisnya.

Perubahan sikap ini menuai tanda tanya dari berbagai pihak, terutama anggota ASKLIN Purwakarta yang merasa proses pemilihan tidak mencerminkan asas demokrasi.

Penolakan dari Anggota dan Pembentukan Organisasi Baru

Beberapa anggota terang-terangan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap proses pemilihan yang menyebut bahwa pemilihan tersebut tidak sah karena calon ketua yang telah lolos verifikasi justru didiskualifikasi tanpa alasan jelas.

“Menurut saya, proses pemilihan tidak benar. Calon ketua yang sudah lolos verifikasi harusnya tetap bisa maju,” ungkap salah satu anggota yang enggan di sebut namanya, Rabu (6/8/2025).

Menurutnya, ASKLIN kerap tidak transparan dalam memberikan informasi kepada anggota. Bahkan ia menyatakan belum mengetahui posisi atau peran seorang bernama dr. Natalia, saat disinggung pertanyaan oleh awak media ini.

“Saya tidak tahu apakah ASKLIN memiliki SK resmi, begitu juga dengan dr. Natalia, tidak jelas perannya karena kami jarang diberi penjelasan,” lanjutnya.

Dirinya mengungkapkan bahwa sebagian besar anggota tidak puas, dan jika tidak ada kejelasan atau Muscab tidak diulang, akan ada upaya pembentukan organisasi baru sebagai wadah alternatif klinik di Purwakarta.

“Kalau situasi ini terus dibiarkan, kami akan bentuk organisasi baru. Saya ikut suara terbanyak dari anggota hasil musyawarah,” tegasnya.

Kesehatan Demokrasi Dipertanyakan

Situasi ini memicu kekhawatiran di kalangan anggota bahwa ketidakterbukaan dan dominasi sepihak akan merusak organisasi dari dalam. Seorang anggota yang enggan disebutkan namanya menyayangkan kondisi ini.

“Ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal menjaga marwah demokrasi. Jangan sampai dicederai seperti ini. Kalau dr. Nur Hayati menang melalui proses yang sehat, itu bagus. Tapi kenyataannya??,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak PD ASKLIN Jawa Barat maupun Pengurus Pusat belum memberikan pernyataan resmi terkait permintaan Muscab ulang dan polemik yang berkembang.

Ada Apa dengan ASKLIN Purwakarta?

Pertanyaan besar kini menggantung: Ada apa sebenarnya di balik pelaksanaan Muscab ASKLIN Purwakarta ini? Apakah kepentingan individu lebih diutamakan ketimbang integritas organisasi? Mampukah ASKLIN memulihkan kepercayaan anggotanya?

Yang jelas, suara-suara kritis dari akar rumput tak bisa diabaikan begitu saja. Demokrasi di tubuh organisasi harus ditegakkan, bukan dikorbankan. (guh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *